Tiga Ibu di Medan, Klaim Anak Dianiaya Agar Mengaku Merampas Sepeda Motor
Kasus dugaan penganiayaan terhadap tiga pemuda di Medan kembali menjadi sorotan publik karena melibatkan aparat penegak hukum.
Medan kembali dihebohkan dengan kasus dugaan kekerasan yang melibatkan aparat kepolisian. Kali ini, tiga orang ibu di Medan mengklaim bahwa anak-anak mereka mengalami tindakan penganiayaan agar mengakui perbuatan yang tidak mereka lakukan, yaitu dugaan perampasan sepeda motor. Kasus ini pun memicu perhatian publik, terutama dalam hal dugaan pelanggaran hak asasi manusia dan penyalahgunaan wewenang.
Lantas, bagaimana kronologi kejadian ini? Apakah benar anak-anak mereka dipaksa untuk mengaku? Simak ulasannya berikut ini.
Kronologi Kejadian
Kasus ini bermula ketika ketiga pemuda tersebut yang diketahui masih berusia belasan tahun ditangkap oleh pihak kepolisian dengan tuduhan merampas sepeda motor milik seseorang di daerah Medan. Ketiga pemuda ini langsung dibawa ke kantor polisi untuk diperiksa lebih lanjut.
Namun, yang membuat kasus ini mencuat adalah pengakuan dari para ibu mereka yang menyatakan bahwa anak-anak mereka mengalami tindakan kekerasan selama pemeriksaan. Para ibu tersebut mengklaim bahwa anak-anak mereka dipukuli dan ditekan secara fisik serta mental agar mau mengaku sebagai pelaku perampasan.
“Kami sangat tidak terima. Anak-anak kami bukan penjahat. Mereka hanya dipaksa mengaku,” ujar salah satu ibu yang enggan disebutkan namanya.
Ia menambahkan bahwa anaknya mengalami luka lebam di beberapa bagian tubuhnya setelah keluar dari kantor polisi. Bahkan, menurut pengakuannya, anak-anak mereka juga sempat ditahan selama beberapa waktu sebelum akhirnya dibebaskan setelah tidak ditemukan bukti kuat yang mengarah pada keterlibatan mereka dalam kasus tersebut.
Tuduhan Pemerasan dan Paksaan Pengakuan
Menurut keterangan dari para ibu ini, anak-anak mereka mengaku bahwa selama pemeriksaan, mereka mengalami tindakan pemukulan, dicubit, dan diintimidasi oleh oknum polisi agar memberikan pernyataan yang mengakui bahwa mereka telah melakukan kejahatan tersebut.
Salah satu korban bahkan mengatakan bahwa dirinya ditampar dan diancam akan dipenjara lebih lama jika tidak segera mengakui perbuatan yang dituduhkan kepadanya.
“Kami ditahan di ruangan sempit dan mereka terus menerus memaksa kami untuk mengaku. Kami takut, jadi kami terpaksa mengatakan yang mereka mau dengar,” ujar salah satu pemuda yang diduga menjadi korban penganiayaan ini.
Kasus pemaksaan pengakuan seperti ini bukanlah sesuatu yang baru di Indonesia. Banyak kasus serupa yang pernah terjadi di mana seseorang dipaksa untuk mengaku atas kejahatan yang mungkin tidak mereka lakukan.
Dukungan dari LSM dan Aktivis Hak Asasi Manusia
Kasus ini juga menarik perhatian berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang fokus pada perlindungan hak asasi manusia. Beberapa aktivis pun ikut bersuara dan meminta agar kasus ini diusut secara transparan.
“Jika benar terjadi kekerasan dalam pemeriksaan, ini jelas melanggar hukum dan hak asasi manusia. Tidak boleh ada tindakan pemaksaan dan intimidasi dalam proses hukum,” ujar seorang aktivis HAM dari Medan.
Mereka juga mendorong agar pihak kepolisian lebih terbuka dalam proses penyelidikan dan tidak menutup-nutupi kejadian yang sebenarnya.
Baca Juga: Geger! Emak-Emak Berpesta di Gerbong Kereta Sebagai Tempat Piknik