Ibu di Mukomuko Melaporkan KDRT Usai Bertahun-Tahun Alami Kekerasan
Seorang ibu rumah tangga di Kabupaten Mukomuko, menunjukkan keberanian luar biasa dengan melaporkan suaminya ke polisi setelah mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) selama bertahun-tahun.

Keputusan berani ini menjadi sorotan publik dan menjadi panggilan bagi masyarakat luas untuk lebih sadar dan sigap dalam menangani serta mencegah kasus-kasus kekerasan dalam keluarga yang selama ini sering kali terselubung dan tidak terungkap.
Dibawah ini DUNIA IBU IBU CANGGIH INDONESIA akan membahas secara lengkap kisah keberanian seorang Ibu di Mukomuko yang melaporkan suaminya ke polisi perihal KDRT yang di alami selama bertahun-tahun.
Kisah Keberanian Sang Ibu
Korban KDRT ini akhirnya memutuskan untuk tidak lagi menutup rapat penderitaan yang dialaminya selama bertahun-tahun. Tekanan, rasa takut, dan keterbatasan akses untuk mendapatkan bantuan, kerap kali menjadi alasan utama korban KDRT untuk diam dan bertahan menghadapi kekerasan secara diam-diam.
Namun, tekad dan keberaniannya untuk melapor ke polisi menjadi bukti bahwa korban bisa keluar dari jerat kekerasan. Tindakan ini menunjukkan bahwa mencari keadilan adalah langkah yang mungkin dilakukan. Laporan yang disampaikan juga membuka jalan bagi penegakan hukum dan perlindungan, agar kekerasan tidak terus berulang dan merusak kehidupan keluarga.
Realitas KDRT di Mukomuko
Fenomena KDRT di Mukomuko bukanlah hal baru. Data menunjukkan bahwa pada tiga bulan berturut-turut I tahun 2025 saja, terdapat lima kasus kekerasan seksual terhadap anak dan beberapa kasus kekerasan dalam rumah tangga yang sedang ditangani oleh aparat penegak hukum dan pemerintah setempat.
Pemerintah Kabupaten Mukomuko bahkan terus mendorong para korban untuk berani melapor agar mendapatkan perlindungan dan pendampingan yang layak serta agar pelaku dapat dikenai sanksi sesuai hukum yang berlaku. Dalam upaya penanganan kasus KDRT, Pemkab Mukomuko secara aktif memberikan layanan hukum dan pendampingan psikologis bagi korban.
Termasuk di antaranya tiga perempuan korban KDRT dan empat anak korban kekerasan seksual yang mendapat perhatian khusus dari berbagai instansi terkait. Langkah ini merupakan wujud nyata komitmen pemerintah daerah dalam memberikan perlindungan kepada kelompok rentan di tengah masyarakat.
Aspek Hukum dan Perlindungan Korban KDRT
KDRT adalah bentuk kekerasan berbasis gender yang terjadi dalam lingkungan rumah tangga dan umumnya menimpa perempuan sebagai korban. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa laki-laki juga bisa menjadi korban dalam situasi serupa.
Bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga meliputi kekerasan fisik seperti pemukulan dan penganiayaan, serta kekerasan psikis berupa ancaman dan intimidasi. Selain itu, kekerasan seksual termasuk pemaksaan hubungan intim dan penelantaran rumah tangga juga menyebabkan penderitaan korban secara ekonomi maupun psikologis.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) menjadi landasan hukum utama dalam menangani kasus-kasus KDRT di Indonesia. UU ini tidak hanya mengatur pemberian sanksi kepada pelaku, tetapi juga mengedepankan perlindungan dan pemenuhan hak-hak korban.
Korban berhak memperoleh perlindungan hukum, pelayanan kesehatan, serta pendampingan sosial dan hukum. Selain itu, jaminan kerahasiaan dan bimbingan rohani juga penting agar proses pemulihan berjalan lebih efektif.
Sanksi hukum terhadap pelaku KDRT diatur secara tegas dalam undang-undang yang berlaku. Hukuman bagi pelaku KDRT dapat berupa pidana penjara dengan durasi yang bervariasi, mulai dari beberapa bulan. Untuk kasus berat yang menyebabkan luka parah atau kematian korban, hukuman bisa mencapai maksimal 20 tahun penjara.
Hal ini memberikan efek jera serta perlindungan yang seharusnya dapat menekan angka kekerasan dalam rumah tangga di wilayah-wilayah seperti Mukomuko.
Hambatan dan Tantangan Dalam Penanganan KDRT
Walaupun sudah ada payung hukum yang jelas, penanganan kasus KDRT tidak lepas dari berbagai hambatan. Salah satu kendala utama adalah stigma sosial yang masih melekat, membuat korban sulit melapor karena takut dipandang rendah, dipermalukan, atau dikucilkan dari lingkungan sosialnya.
Belum lagi tekanan budaya dan norma yang kadang-kadang menempatkan masalah rumah tangga sebagai urusan privat yang tidak perlu diusik oleh pihak luar. Selain itu, adanya ketidakpahaman terhadap hak-hak korban dan proses hukum juga menjadi kendala.
Pemerintah serta aparat penegak hukum dituntut untuk lebih sensitif dan responsif dalam memberikan perlindungan serta pendampingan agar korban merasa aman dan percaya diri dalam menyelesaikan kasusnya hingga tuntas. Dalam konteks ini, edukasi dan advokasi menjadi hal penting dalam membangun kesadaran masyarakat luas tentang pentingnya penghentian KDRT.
Baca Juga:
Dampak KDRT bagi Korban dan Keluarga

Tidak dapat dipungkiri, KDRT memberikan dampak buruk yang mendalam tidak hanya bagi korban langsung, tetapi juga bagi anggota keluarga lainnya. Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan penuh kekerasan berisiko mengalami gangguan psikologis seperti trauma dan ketakutan yang berkelanjutan.
Lebih dari itu, mereka bisa saja belajar bahwa kekerasan adalah cara yang dapat diterima untuk menyelesaikan konflik. Siklus kekerasan ini berpotensi berlanjut antargenerasi, membuat pentingnya perlindungan dan pemecahan masalah secara tepat waktu dan menyeluruh.
Korban KDRT kerap menghadapi berbagai masalah kesehatan fisik dan mental, mulai dari luka fisik hingga tekanan batin yang mendalam. Kondisi ini seringkali berkembang menjadi stres pascatrauma, depresi, serta kesulitan dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Oleh karena itu, layanan konseling dan rehabilitasi menjadi bagian krusial dalam pemulihan korban agar mereka dapat kembali mandiri dan berdaya.
Peran Pemerintah dan Masyarakat Dalam Menangani KDRT
Pemerintah Kabupaten Mukomuko telah menunjukkan peran aktif dalam mengurangi dan menangani kasus KDRT melalui berbagai program pendampingan hukum dan konseling. Selain itu, Pemkab juga mengimbau masyarakat khususnya korban agar tidak takut melapor agar kasusnya segera mendapatkan penanganan yang tepat dan korban bisa terlindungi dengan baik.
Masyarakat juga memiliki kewajiban untuk membantu mencegah KDRT dengan tidak menutup mata terhadap kasus yang terjadi di sekitarnya. Setiap orang yang mengetahui terjadi kekerasan dalam rumah tangga wajib berusaha mencegah, memberikan pertolongan, serta membantu korban mendapatkan perlindungan sesuai kemampuan dan kewajibannya.
Harapan Untuk Masa Depan Bebas KDRT
Kasus keberanian seorang ibu di Mukomuko yang melaporkan KDRT harus menjadi pemicu bagi seluruh elemen masyarakat untuk bersatu memberantas kekerasan dalam rumah tangga. Perlindungan dan pendampingan terhadap korban harus diperkuat, didukung dengan penegakan hukum yang tegas.
Dengan begitu, KDRT tidak lagi menjadi masalah tersembunyi yang merusak kehidupan keluarga dan masa depan generasi penerus.
Selain itu, edukasi tentang kesetaraan gender dan pentingnya membangun hubungan rumah tangga yang sehat harus terus digalakkan. Tujuannya agar tercipta masyarakat yang sadar akan hak dan kewajiban serta menolak segala bentuk kekerasan di ruang domestik.
Dengan langkah nyata dari pemerintah, aparat penegak hukum, serta dukungan penuh masyarakat, upaya penanggulangan KDRT di Mukomuko dapat semakin diperkuat. Diharapkan angka KDRT menurun dan korban seperti ibu tersebut mendapat perlindungan serta keadilan yang layak mereka terima.
Simak dan ikuti terus DUNIA IBU IBU CANGGIH INDONESIA agar anda tidak ketinggalan berita informasi menarik lainnya yang terupdate setiap harinya.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari bengkulu.antaranews.com
- Gambar Kedua dari www.klikdokter.com